Sabtu, 11 Juli 2015

Kesabaran [Agus, Rummi, dan Pak Syam]



“Hus! Hus! Hus! Pergi.Pergi!” Kami berteriak sambil melempar batu kerikil ke kambing-kambing yang makan kebun kacang tanah kami. Bahkan teman saya Dedi tidak hanya melempar batu kerikil tapi dia bertriak nama-nama binatang, padahal yang makan tanaman kacang tanah kami cuma satu binatang yaitu kambing. Kebun kacang tanah kami sesaat berubah menjadi kebun binatang.

Ternyata kambing-kambing tidak mempan dengan dilempari kerikil kecil. Maka kamipun mengusir kambing-kambing itu dengan cara lain. Dedi mengumpulkan batu yang agak besar, Oman mencoba mengejar kambing-kambing sambil memukulnya dengan bambu kecil, Ujang melempar batu yang dikumpulkan Dedi, Sinta mulai menangis melihat tanaman kacang tanah kami habis hampir seluruhnya.

Akhirnya usaha kami berhasil. kambing-kambing sudah pergi. Dedi masih memaki-maki kambing dengan nama binatang lain. Ujang dan Oman mulai merapikan tanaman kacang kami yang tersisa sedikit. Aku coba menenangkan Sinta.

Ada sebuah perasaan kesal dalam hatiku. Kebun yang telah lama kami rawat habis seketika. Emosiku memuncak tapi tidak bisa apa-apa. Ingin rasanya memenggal kambing-kambing itu, di buat sate dan kami makan rame-rame. Tapi itu kambing Mang Ahri yang galak. Ah aku hanya bisa ikut-ikutan memaki dalam hati. Kambing kurang ajar.

Kebun kacang tanah ini adalah sebuan proyek kelas kami, kelas IV SD Karanganyar 2. Disela-sela waktu kami belajar matematika, IPA, IPS dan lainya kami belajar berkebun. Berkebun kacang tanah tepatnya. Padi tadi adalah waktu piket kami untuk menyiram tanaman kacang tanah yang baru berusia satu setengah bulan. Selama waktu itu kami menyiapkan tanah, menanam bibit, menyiram setiap pagi, menyiangi, dan kami merawatnya dengan penuh kesabaran. Tapi apa yang terjadi pagi ini. Kebun kami habis, hancur seketika oleh kambing-kambing itu.

Kesabaran. Aku jadi ingat kemarin hari Senin Pak Syam waktu pelajaran Agama menerangkan tentang kesabaran.

Pak Syam menjelaskan kesabaran yang bersifar lahiriah ada tiga.

Pertama adalah kesabaran dalam menunaikan fardhu (kewajiban) dari Allah SWT meskipun dalam berbagai keadaan, seperti syaddah (kesukaran dan susah payah), raahan (hidup senang, gampang), afiat (sehat dan sempurna), dan bala’ (malapetaka).

Kedua adalah kesabaran atas segala apa yang dilarang oleh Allah SWT. Kesabaran dalam hal ini berarti kesabaran dalam mencegah nafsu yang tidak diridhai Allah SWT.

Dan yang ketiga dimaksud supaya manusia tetap tabah dalam menjalankan kehidupan. Walau berbagai cobaan (dalam arti negatife; sesuatu yang menyakitkan) senantiasa menderanya.

Itu yang kira-kira aku ingat pelajaran dari Pak Syam kemarin. Yang mungkin dengan peristiwa kambing menghancurkan kebun kami adalah bentuk ujian,  dan kami harus sabar menghadapinya. Harus mulai kembali dari awal berkebunnya.

“Kenapa Gus?” tiba-tiba ada yang menepak pundakku.

Ah. Anak ini selalu muncul disaat aku sedang merenung. Selulu tetiba.

“Kebun kita hancur Rummi.” Terangku sambil menunjuk ke kebun.

“Sabar itu ada dua macam, Agus. Sabar atas sesuatu yang tidak disukai dan sabar atas sesuatu yang disukai” Rummi berkata sambil melihat kearah kebun.

Aneh. Kenapa dia tahu apa yang aku pikirkan tentang kesabaran.


Teng! Teng!. Lonceng berbunyi. Kamipun masuk kelas dengan sedikit kesal karena kambing.

*Gambar diambil disini

Jumat, 10 Juli 2015

Pemimpin yang Sholeh


Pada suatu malam sebelum pemilihan ketua OSIS di sekolah. saya bertemu dengan kakek. Biasanya setiap malam kakek selalu ke rumah, untuk menemani kami. Karena ayah saya pulang kerjanya malam. Memang sejak saya masuk sekolah dan ikut ekstrakulikuler saya jarang sekali ada di rumah, pulang selalu malam, hari Minggupun tetap ke sekolah. Makanya saya jarang ketemu kakek.

Tapi malam itu tidak biasanya saya ketemu dengan kakek. Selapas Solat Isya kemudian nonton tv. Kakek saya bertanya kepada saya “gimana sekolahnya?”

“Alhamdulillah lancar Pak.” jawab saya sambil mengambil katimus buatan ibu. Saya memanggil kakek tidak dengan panggilan Kakek, Aki ataupun Mbah. Tapi saya memanggilnya dengan Bapak. Entah kenapa sayapun tidak tahu. Yang jelas sejak dulu seperti itu, saudara-saudara saya yang lain dari bibi atau paman juga memanggilnya bapak. Mungkin karena beliau begitu dekat dengan kita.

Sambil menyeruput kopi beringin yang tidak diberi gula kakek bertanya lagi “sibuk apa sekolahnya?”

“besok kebetulan ada pemilihan ketua OSIS, Obi jadi salah satu calonnya.Pak” saya menerangkan sambil membuka bungkus katimus.

Kakek menyeruput kopinya lagi yang pahit. Menaruhnya di meja. Lalu menepuk pundak saya. Dan Kakek bilang ke saya “Obi. Kalo nanti jadi ketua atau pemimpin jangan sampai menginggalkan Sholat”

sambil mengunyah katimus saya bertanya. “Emangnya kenapa  Pak?”

“Soalnya Sholat itu kewajiban.” Jawab Kakek singkat.

“Apa hubungannya dengan ketua atau pemimpin  pak?” saya masih belum paham.

“Karena kalau seorang pemimpin tidak menjalankan kewajiban atas Tuhannya. Bagaimana bisa dia menjalankan kewajibannya atas Rakyatnya.” Jawab kakek tanpa berkedip, setelah itu kembali menyeruput kopi pahitnya yang terisa setengah gelas.

Saya tidak bertanya lagi kepada kakek. Hanya bisa menelan katimus yang telah saya kuyah halus lalu minum teh manis hangat.

Ayah saya pulang. Ibu membukakan pintu. Kakek pun pamit pulang.

---


Pada akhirnya saya tidak jadi ketua OSIS. Tapi saya paham bahwa pemimpin itu harus sholeh. Itulah tersebab kenapa syarat pertama dalam pemilihan ketua apapun selalu Taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Karena kalau seorang pemimpin tidak menjalankan kewajiban atas Tuhannya. Bagaimana bisa dia menjalankan kewajibannya atas Rakyatnya.


* gambar diambil disini 

Jumat, 13 Februari 2015

Seperti Hurang dan Munding

Disuatu siang dalam ruang kelas 3 atau 4 SDN Karanganyar 2. Pak Syam mengajar mata pelajaran PAI, kali ini beliau menerangkan tentang setan. ah serem.

Pak Syam menanyai murid-muridnya "Barudak hoyong terang teu ari bentuk setan teh kos kumaha?"
"Hoyong pak!" murid-murid menjawab, sayapun ikut menjawab bersama murid-murid yang lain.

"Ari setan teh sirahna kos hurang. Awakna kos munding!" Pak Syam menerangkan. kami semua diam, mencoba memahami perkataan Pak syam. 

kemudian Pak Syam melanjutkan "Etamah perumpaan barudak. anu maksudna ari setan teh sirahna kos urang. Awakna kos kuring" tambahlah diam kita para murid sekaligus bingung. apa maksud Pak Syam ini.

"Urang setan atuh pak!" kata Dedi yang duduk paling belakang dengan polosnya. Yuli yang duduk di meja ke dua dari meja Pak Syam pun berpendapat "Piraku uing setan. Pak!"

terjadi sedikit kegaduhan diantara murid-murid yang tidak mau dianggap setan.

"Maksudna barudak. setan teh aya di jero diri urang atawa uing. nyaeta ari setan teh sabentuk sifat anu aya di jero hate urang anu sok ngagoda kanu ka gorengan. nah makana barudak sing hati-hati hate teh kudu sering eling atawa dzikir ka Gusti Alloh supaya urang teu ngagawean kagorengan"

"oh kitu nyak pak." murid-murid paham. saya juga sedikit paham.

"Agus, Kamu tahu gak. manusia itu bisa lebih baik dari malaikat dan lebih jahat dari setan" Kata Rummi, Sahabat saya yang tiba-tiba membisiki dari samping kanan.

* gambar diambil disini