“Hus! Hus!
Hus! Pergi.Pergi!” Kami berteriak sambil melempar batu kerikil ke
kambing-kambing yang makan kebun kacang tanah kami. Bahkan teman saya Dedi
tidak hanya melempar batu kerikil tapi dia bertriak nama-nama binatang, padahal
yang makan tanaman kacang tanah kami cuma satu binatang yaitu kambing. Kebun kacang
tanah kami sesaat berubah menjadi kebun binatang.
Ternyata kambing-kambing
tidak mempan dengan dilempari kerikil kecil. Maka kamipun mengusir
kambing-kambing itu dengan cara lain. Dedi mengumpulkan batu yang agak besar,
Oman mencoba mengejar kambing-kambing sambil memukulnya dengan bambu kecil, Ujang
melempar batu yang dikumpulkan Dedi, Sinta mulai menangis melihat tanaman
kacang tanah kami habis hampir seluruhnya.
Akhirnya usaha
kami berhasil. kambing-kambing sudah pergi. Dedi masih memaki-maki kambing
dengan nama binatang lain. Ujang dan Oman mulai merapikan tanaman kacang kami
yang tersisa sedikit. Aku coba menenangkan Sinta.
Ada sebuah
perasaan kesal dalam hatiku. Kebun yang telah lama kami rawat habis seketika. Emosiku
memuncak tapi tidak bisa apa-apa. Ingin rasanya memenggal kambing-kambing itu,
di buat sate dan kami makan rame-rame. Tapi itu kambing Mang Ahri yang galak. Ah
aku hanya bisa ikut-ikutan memaki dalam hati. Kambing kurang ajar.
Kebun kacang
tanah ini adalah sebuan proyek kelas kami, kelas IV SD Karanganyar 2. Disela-sela
waktu kami belajar matematika, IPA, IPS dan lainya kami belajar berkebun. Berkebun
kacang tanah tepatnya. Padi tadi adalah waktu piket kami untuk menyiram tanaman
kacang tanah yang baru berusia satu setengah bulan. Selama waktu itu kami
menyiapkan tanah, menanam bibit, menyiram setiap pagi, menyiangi, dan kami
merawatnya dengan penuh kesabaran. Tapi apa yang terjadi pagi ini. Kebun kami
habis, hancur seketika oleh kambing-kambing itu.
Kesabaran. Aku
jadi ingat kemarin hari Senin Pak Syam waktu pelajaran Agama menerangkan
tentang kesabaran.
Pak Syam
menjelaskan kesabaran yang bersifar lahiriah ada tiga.
Pertama adalah
kesabaran dalam menunaikan fardhu (kewajiban) dari Allah SWT meskipun dalam
berbagai keadaan, seperti syaddah (kesukaran dan susah payah), raahan (hidup
senang, gampang), afiat (sehat dan sempurna), dan bala’ (malapetaka).
Kedua adalah
kesabaran atas segala apa yang dilarang oleh Allah SWT. Kesabaran dalam hal ini
berarti kesabaran dalam mencegah nafsu yang tidak diridhai Allah SWT.
Dan yang
ketiga dimaksud supaya manusia tetap tabah dalam menjalankan kehidupan. Walau berbagai
cobaan (dalam arti negatife; sesuatu yang menyakitkan) senantiasa menderanya.
Itu yang
kira-kira aku ingat pelajaran dari Pak Syam kemarin. Yang mungkin dengan
peristiwa kambing menghancurkan kebun kami adalah bentuk ujian, dan kami harus sabar menghadapinya. Harus mulai
kembali dari awal berkebunnya.
“Kenapa Gus?” tiba-tiba ada yang menepak pundakku.
Ah. Anak ini
selalu muncul disaat aku sedang merenung. Selulu tetiba.
“Kebun kita
hancur Rummi.” Terangku sambil menunjuk ke kebun.
“Sabar itu
ada dua macam, Agus. Sabar atas sesuatu yang tidak disukai dan sabar atas
sesuatu yang disukai” Rummi berkata sambil melihat kearah kebun.
Aneh. Kenapa
dia tahu apa yang aku pikirkan tentang kesabaran.
Teng!
Teng!. Lonceng berbunyi. Kamipun masuk kelas dengan sedikit kesal karena
kambing.
*Gambar diambil disini